Wakil Bupati Nganjuk, Mas Handy, secara resmi membuka kegiatan Pembentukan Desa Tangguh Bencana (Destana) Tahun 2025 yang diselenggarakan oleh BPBD Kabupaten Nganjuk di Pendopo K.R.T. Sosro Koesoemo, Senin, 28 Juli 2025. Kegiatan ini berlangsung selama empat hari, mulai 28 hingga 31 Juli 2025. Hari pertama berisi pembukaan dan penyampaian materi awal di pendopo, sedangkan hari-hari selanjutnya diisi dengan pelatihan lanjutan di balai desa masing-masing peserta.
Dalam sambutannya, Mas Handy menegaskan pentingnya pembentukan Destana sebagai garda terdepan dalam mitigasi dan penanganan bencana di tingkat desa. Ia menekankan bahwa bencana dapat berasal dari alam maupun ulah manusia. Oleh karena itu, edukasi dan jaringan informasi yang cepat sangat diperlukan agar masyarakat mampu merespons secara tanggap dan tepat dalam menghadapi berbagai kemungkinan bencana.
Mas Handy juga menyoroti keterbatasan personel BPBD dalam menjangkau seluruh wilayah Kabupaten Nganjuk, sehingga diperlukan partisipasi aktif masyarakat desa dalam pengurangan risiko bencana berbasis komunitas. Pada tahun ini, program Destana menyasar delapan desa rawan bencana, yaitu Ngangkatan dan Kedungpadang di Kecamatan Rejoso; Sukorejo, Balonggebang, dan Sumberjo di Kecamatan Gondang; Mabung di Kecamatan Baron; serta Desa Lengkong dan Sawahan di Kecamatan Lengkong.
Setiap desa diwakili oleh 30 peserta dari berbagai unsur masyarakat, seperti perangkat desa, karang taruna, linmas, pelaku usaha, dan warga umum. Mereka akan mendapatkan pelatihan tentang identifikasi potensi risiko bencana serta penanganan darurat yang efisien, tepat sasaran, dan terkoordinasi di tingkat lokal.
Pelatihan ini bertujuan membentuk jejaring informasi yang solid antara desa dan pemerintah, agar respons terhadap bencana dapat dilakukan secara cepat dan menyeluruh. Dengan terbentuknya Destana, diharapkan desa-desa di Nganjuk menjadi lebih tangguh dan mandiri dalam menghadapi berbagai ancaman bencana yang mungkin terjadi.
BPBD Kabupaten Nganjuk berharap program ini tidak hanya meningkatkan kesiapsiagaan, tetapi juga membangun budaya siaga dan peduli bencana di masyarakat. Ke depan, program serupa akan terus dikembangkan agar seluruh desa di Nganjuk memiliki kapasitas tanggap bencana yang memadai.(*)